Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

√ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun

√ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun - Selamat berjumpa kembali sahabat SMK NEGERI 1 SERI KUALA LOBAM, Senang dapat bertemu anda kembali untuk membahas materi atau artikel √ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. Semoga pembahasan postingan atau artikel kategori Artikel Cerita Rakyat, Artikel Sulawesi Utara, yang kami tulis ini dapat anda pahami. Tanpa memperpanjang basa-basi lagi, kami sampaikan selamat membaca.

Seberapa dalam artikel √ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun ini dapat kami bahas dan jabarkan kepada anda, kiranya tidak mengurangi makna. Kami hanya berpesan kepada pembaca SMK NEGERI 1 SERI KUALA LOBAM, jadikan artikel kami ini sebagai materi tambahan. Jika masih kurang lengkap, pembaca dapat menambah wawasan dengan mencari artikel serupa diblog lainnya atau menanyakan langsung kepada pakar yang mahir dengan masalah √ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun. Selamat menambah wawasan!

√ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun

Simalungun adalah nama salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Sumatra Utara. Dulu, sebelum bernama Simalungun, daerah ini dikenal dengan nama Kampung Nagur. Namun karena sebuah peristiwa, daerah tersebut kemudian dinamai Simalungun. Peristiwa apakah yang menyebabkan perubahan nama itu? Simak kisahnya dalam cerita Asal Mula Nama Simalungun berikut ini!

***

Dahulu, di wilayah Kampung Nagur, Sumatra Utara, terdapat sebuah kerajaan kecil bernama Kerajaan Tanah Djawo. Kerajaan suku Batak yang bermarga Sinaga ini dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Dalam menjalankan tugas pemerintahan, sang Raja didampingi oleh sejumlah hulubalang yang tangguh dan setia sehingga kerajaan ini aman dan tenteram. 

Sementara itu, di luar wilayah Nagur, terdapat pula dua kerajaan suku Batak yang berlainan marga, yaitu Kerajaan Silou dari marga Purba Tambak dan Kerajaan Raya dari marga Saragih Garingging. Meskipun berlainan marga, kedua kerajaan ini menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Nagur. Rakyat mereka pun senantiasa hidup rukun dan makmur. Kemakmuran ketiga kerajaan kecil itu ternyata menarik perhatian kerajaan-kerajaan lain untuk menguasainya.

Suatu hari, tersiar kabar bahwa Kerajaan Majapahit dari tanah Jawa akan datang menyerang Kerajaan Tanah Djawo. Mendengar kabar tersebut, Raja Tanah Djawo segera meminta bantuan kepada Kerajaan Silou dan Kerajaan Raya. Kedua kerajaan itu pun menyatakan kesediaan untuk membantu Kerajaan Tanah Djawo dalam menangkal serangan dari Kerajaan Majapahit.

Bantuan yang diberikan oleh Kerajaan Silou dan Kerajaan Raya ternyata sanggup menangkal bahkan mengusir pasukan Majapahit dari wilayah Nagur. Hal yang sama terjadi ketika Kerajaan Silou mendapat serangan dari Kerajaan Aceh. Kedua kerajaan ini, Kerajaan Tanah Djawo dan Kerajaan Raya, membantu Kerajaan Silou hingga akhirnya selamat dari ancaman bahaya.

Suatu ketika, ribuan tentara yang tidak diketahui asalnya datang menyerang ketiga kerajaan tersebut secara bergantian. Pertama-tama, mereka Kerajaan Tanah Djawo, lalu Kerajaan Silou, dan terakhir Kerajaan Raya. Meskipun sudah saling membantu, ketiga kerajaan tersebut akhirnya takluk juga. Serangan itu membuat masing-masing raja terpaksa menyelamatkan diri. Hal yang sama terjadi pula para rakyat yang lari tunggang-langgang menghindari sergapan musuh. Mereka meninggalkan wilayah itu secara berkelompok. Selama masa pelarian, mereka harus berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran musuh.

Nasib para pengungsi tersebut sangat menderita. Mereka dilanda kelaparan dan terserang berbagai macam penyakit. Untuk bertahan hidup, setiap kelompok pengungsi mencari tempat tinggal masing-masing yang dirasa aman. Sekelompok pengungsi dari Kampung Nagur kemudian menemukan tanah Sahili Misir yang kini dikenal pulau Samosir, yaitu sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah Danau Toba. Di sanalah mereka menetap dan membuka perladangan untuk bercocok tanam.

Setelah sekian lama menetap di pulau itu, hidup mereka pun mulai tertata. Bahkan, mereka telah memiliki anak cucu. Suatu ketika, mereka merasa rindu untuk kembali ke kampung halaman di Kampung Nagur. Mereka akhirnya mengadakan musyawarah.

“Siapa di antara kalian yang ingin kembali ke Kampung Nagur?” tanya seorang sesepuh selaku pemimpin musyawarah.

Mendengar pertanyaan itu, sebagian dari peserta enggan untuk kembali ke kampung halaman mereka.

“Maaf, Bapak-bapak. Kenapa kalian tidak mau ikut bersama kami? Apakah kalian tidak rindu pada kampung halaman?” tanya sesepuh itu kepada mereka. 

“Maaf, Tuan Sesepuh. Sebenarnya kami pun sangat rindu pada kampung halaman. Tapi, kami sudah merasa betah dan nyaman tinggal di pulau ini. Tempat ini sudah seperti kampung halaman sendiri. Lagi pula, siapa yang akan menjaga hewan ternak dan ladang-ladang jika semuanya ikut kembali ke kampung halaman?” jawab salah seorang peserta musyawarah.

“Benar Tuan Sesepuh,  anak dan cucu kami pun merasa senang tinggal di pulau ini,” imbuh seorang peserta musyawarah lainnya.

“Baiklah, kalau begitu. Bagi yang ingin tetap tinggal di sini, ku harap kalian tetap merawat baik-baik tempat ini. Bagi yang ingin pulang ke kampung halaman harap segera mempersiapkan segala sesuatunya,” ujar sesepuh itu.

Para warga yang berkeinginan kembali ke kampung halaman segera mengadakan persiapan seperlunya. Mereka akhirnya berangkat menuju Kampung Nagur. Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, mereka akhirnya tiba di Kampung Nagur. Saat tiba kampung halaman, beberapa warga terlihat menangis. Mereka teringat pada peristiwa yang menimpa kampung mereka dahulu. Rumah-rumah mereka telah tiada. Hanya tumbuhan semak-belukar dan pepohonan yang terlihat tumbuh dengan subur.

“Sima-sima nalungun,” kata mereka.

Sejak itulah Kampung Nagur berubah nama menjadi Sima-sima Nalungun, yang berarti daerah sunyi sepi. Lama-kelamaan, orang-orang menyebutnya Simalungun. Hingga saat ini, kata Simalungun tetap dipakai untuk menyebut nama sebuah Kabupaten di Provinsi Sumatra Utara.

***

Demikian cerita Asal Mula Nama Simalungun dari daerah Simalungun, Provinsi Sumatra Utara. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa kerjasama dan saling membantu termasuk sifat terpuji yang patut diteladani. Sifat ini ditunjukkan oleh ketiga kerajaan tersebut di atas. Meskipun berbeda marga, mereka senantiasa saling membantu manakala salah satu di antaranya tertimpa musibah. Selain itu, cerita di atas juga mengajarkan kepada kita tentang cinta terhadap kampung halaman. Kita tidak boleh melupakan siapa diri kita dan darimana kita berasal.[]


Penutup Artikel √ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun

Demikian artikel √ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun kali ini, semoga bisa memberi manfaat untuk anda semua pembaca blog SMK NEGERI 1 SERI KUALA LOBAM. Allright, sampai jumpa pada postingan artikel lainnya.

Baru saja anda membaca artikel √ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun dengan alamat link https://smkn1serikualalobam.blogspot.com/2010/01/cerita-rakyat-indonesia-38-kisah-asal.html

Artikel √ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun ini kami arsipkan pada kategori Cerita Rakyat Sulawesi Utara.

Post a Comment for "√ Cerita Rakyat Indonesia #38: Kisah Asal Mula Nama Simalungun"