√ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia
√ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia - Selamat berjumpa kembali sahabat SMK NEGERI 1 SERI KUALA LOBAM, Senang dapat bertemu anda kembali untuk membahas materi atau artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. Semoga pembahasan postingan atau artikel kategori
Artikel Candi di Indonesia,
Artikel Yogyakarta, yang kami tulis ini dapat anda pahami. Tanpa memperpanjang basa-basi lagi, kami sampaikan selamat membaca.
Seberapa dalam artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia ini dapat kami bahas dan jabarkan kepada anda, kiranya tidak mengurangi makna. Kami hanya berpesan kepada pembaca SMK NEGERI 1 SERI KUALA LOBAM, jadikan artikel kami ini sebagai materi tambahan. Jika masih kurang lengkap, pembaca dapat menambah wawasan dengan mencari artikel serupa diblog lainnya atau menanyakan langsung kepada pakar yang mahir dengan masalah √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia. Selamat menambah wawasan!
Berdasarkan sejarah Indonesia, candi yang juga dikenal dengan sebutan Candi Tara ini dibangun oleh Rakai Panangkaran Dyah Prapanca – raja kedua Kerajaan Medang (Mataram Kuno). Hal ini tertulis dalam Prasasasti Raja Balitung (907 Masehi). Ceritanya, para penasihat agama Budha dari Wangsa Syailendra[1] meminta Maharaja Tejapurnama Panangkaran untuk membangun kuil pemujaan bagi Dewi Tara dan biara untuk para pendeta Buddha. Maharaja Tejapurnama Panangkaran yang tak lain adalah Rakai Panangkaran mengabulkan permintaan ini.
Jadilah, Rakai Panangkaran memberikan Desa Kalasan untuk tujuan tersebut. Ada dua candi yang dibangun di sana, yakni: Candi Kalasan dan Candi Sari. Letak kedua candi ini berdekatan. Menurut para arkeolog, Candi Kalasan dibangun untuk Dewi Tara di Desa Kalibening. Hal ini diperkirakan dari dalamnya terdapat patung Dewi Tara – walaupun saat ini sudah tidak ada lagi. Sedangkan, Candi Sari dibangun untuk biara para pendeta Budha. Hingga saat ini, Candi Kalasan masih dipakai sebagai tempat peribadatan umat Budha, khususnya yang menganut aliran Budha Tantrayana dan pemuja Dewi Tara. Pembangunan candi ini membuktikan upaya untuk menyatukan orang-orang lintas agama – dalam hal ini agama Hindu-Budha.
Pada tiap sisinya terdapat tangga naik ke emperan candi, di mana terdapat hiasan sepasang kepala naga di sisi tangga. Di depannya kaki tangga dipasang lempengan batu yang tipis dan halus dengan bentuk berlekuk-lekuk. Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya tersebut dapat dikatakan bahwa Candi Kalasan menghadap ke timur.
Di sepanjang dinding candi terdapat cekungan-cekungan yang berisis berbagai arca, walaupun tidak semua arca masih berada di tempatnya. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala. Tepat di atas ambang pintu, di bawah pahatan Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa wanita bersila memegang benda di kedua belah tangannya.
Relung-relung di sisi kiri dan kanan atas pintu candi dihiasi dengan sosok dewa dalam posisi berdiri memegang bunga teratai. Bagian atas tubuh candi berbentuk kubus yang melambangkan puncak Meru, dikelilingi oleh 52 stupa setinggi, rata-rata, 4,60 m.Sepanjang batas antara atap dan tubuh candi dihiasi dengan deretan makhluk kerdil yang disebut Gana.
Atap candi ini berbentuk segi delapan dan bertingkat dua. Tingkat pertama dihiasi dengan relung-relung berisi arca Budha Manusi Budha, sedangkan tingkat ke dua dihiasi dengan relung-relung berisi arca Dhayani Budha. Puncak candi sesungguhnya berbentuk stupa, tetapi sampai saat ini belum berhasil direkonstruksi kembali karena banyak batu asli yang tidak di temukan. Bila dilihat dari dalam, puncak atap terlihat seperti rongga dari susunan lingkaran dari batu yang semakin ke atas semakin menyempit.
Ruang utama candi berbentuk bujur sangkar dan mempunyai pintu masuk di sisi timur. Di dalam ruangan tersebut terdapat susunan batu bertingkat yang dahulu merupakan tempat meletakkan patung Dewi Tara. Diperkirakan bahwa patung tersebut terbuat dari perunggu setinggi sekitar enam meter. Menempel pada dinding barat, di belakang susunan batu tersebut terdapat semacam altar pemujaan.
Baru saja anda membaca artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia dengan alamat link https://smkn1serikualalobam.blogspot.com/2010/01/candi-kalasan-kuil-akulturasi-hindu.html
Seberapa dalam artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia ini dapat kami bahas dan jabarkan kepada anda, kiranya tidak mengurangi makna. Kami hanya berpesan kepada pembaca SMK NEGERI 1 SERI KUALA LOBAM, jadikan artikel kami ini sebagai materi tambahan. Jika masih kurang lengkap, pembaca dapat menambah wawasan dengan mencari artikel serupa diblog lainnya atau menanyakan langsung kepada pakar yang mahir dengan masalah √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia. Selamat menambah wawasan!
√ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia
Apabila berbicara mengenai candi Budha yang ada di Yogyakarta, orang pasti langsung teringat dan akan menunjuk Candi Borobudur. Padahal, di Yogyakarta, banyak tersebar candi Budha di beberapa lokasi. Candi Kalasan hanyalah satu di antaranya. Dikenal juga dengan nama Candi Kalibening, candi ini dibangun oleh Rakai Panangkaran Dyah Prapanca – raja kedua Kerajaan Medang (Mataram Kuno). Bagaimana Candi Kalibening ini menjadi bagian dari sejarah candi di Indonesia?Sejarah Pembangunan Candi Kalasan di Yogyakarta
Bolehlah dikatakan Candi Borobudur sebagai candi Budha yang terbesar di Jawa Tengah. Namun, yang tertua? Itu adalah Candi Kalasan. Klaim ini tertuang dalam Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun 778 Masehi (Saka 700).Berdasarkan sejarah Indonesia, candi yang juga dikenal dengan sebutan Candi Tara ini dibangun oleh Rakai Panangkaran Dyah Prapanca – raja kedua Kerajaan Medang (Mataram Kuno). Hal ini tertulis dalam Prasasasti Raja Balitung (907 Masehi). Ceritanya, para penasihat agama Budha dari Wangsa Syailendra[1] meminta Maharaja Tejapurnama Panangkaran untuk membangun kuil pemujaan bagi Dewi Tara dan biara untuk para pendeta Buddha. Maharaja Tejapurnama Panangkaran yang tak lain adalah Rakai Panangkaran mengabulkan permintaan ini.
Jadilah, Rakai Panangkaran memberikan Desa Kalasan untuk tujuan tersebut. Ada dua candi yang dibangun di sana, yakni: Candi Kalasan dan Candi Sari. Letak kedua candi ini berdekatan. Menurut para arkeolog, Candi Kalasan dibangun untuk Dewi Tara di Desa Kalibening. Hal ini diperkirakan dari dalamnya terdapat patung Dewi Tara – walaupun saat ini sudah tidak ada lagi. Sedangkan, Candi Sari dibangun untuk biara para pendeta Budha. Hingga saat ini, Candi Kalasan masih dipakai sebagai tempat peribadatan umat Budha, khususnya yang menganut aliran Budha Tantrayana dan pemuja Dewi Tara. Pembangunan candi ini membuktikan upaya untuk menyatukan orang-orang lintas agama – dalam hal ini agama Hindu-Budha.
Pemugaran
Beberapa ahli berpendapat jika Candi Kalasan telah dipugar sebanyak tiga kali. Ini terbukti dengan adanya 4 sudut kaki candi yang menonjol dan torehan yang sengaja dibuat oleh Van Romondt (arkeolog Belanda) untuk kebutuhan pemugaran tahun 1927-1929.Arsitektur
Ciri khas paling mencolok dari Candi Kalasan adalah adanya pelapis khusus ornamen serta relief pada dinding luar yang disebut vrajalepa (brajalepa). Secara garis besar, bentuk bangunan Candi Kalibening adalah persegi panjang, yang berukuran 34 meter untuk tingginya dan 45 meter untuk luas lantainya. Di mana terdiri atas ruang utama yang berbentuk bujur sangkar (terdiri dari tiga bagian, yaitu: kaki, tubuh, dan atap) dan bilik-bilik yang menjorok keluar di tengah keempat sisinya. Dinding di sekeliling kaki candi dihiasi dengan pahatan bermotif kumuda, yaitu daun kalpataru yang keluar dari sebuah jambangan bulat.Pada tiap sisinya terdapat tangga naik ke emperan candi, di mana terdapat hiasan sepasang kepala naga di sisi tangga. Di depannya kaki tangga dipasang lempengan batu yang tipis dan halus dengan bentuk berlekuk-lekuk. Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya tersebut dapat dikatakan bahwa Candi Kalasan menghadap ke timur.
Di sepanjang dinding candi terdapat cekungan-cekungan yang berisis berbagai arca, walaupun tidak semua arca masih berada di tempatnya. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala. Tepat di atas ambang pintu, di bawah pahatan Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa wanita bersila memegang benda di kedua belah tangannya.
Relung-relung di sisi kiri dan kanan atas pintu candi dihiasi dengan sosok dewa dalam posisi berdiri memegang bunga teratai. Bagian atas tubuh candi berbentuk kubus yang melambangkan puncak Meru, dikelilingi oleh 52 stupa setinggi, rata-rata, 4,60 m.Sepanjang batas antara atap dan tubuh candi dihiasi dengan deretan makhluk kerdil yang disebut Gana.
Atap candi ini berbentuk segi delapan dan bertingkat dua. Tingkat pertama dihiasi dengan relung-relung berisi arca Budha Manusi Budha, sedangkan tingkat ke dua dihiasi dengan relung-relung berisi arca Dhayani Budha. Puncak candi sesungguhnya berbentuk stupa, tetapi sampai saat ini belum berhasil direkonstruksi kembali karena banyak batu asli yang tidak di temukan. Bila dilihat dari dalam, puncak atap terlihat seperti rongga dari susunan lingkaran dari batu yang semakin ke atas semakin menyempit.
Ruang utama candi berbentuk bujur sangkar dan mempunyai pintu masuk di sisi timur. Di dalam ruangan tersebut terdapat susunan batu bertingkat yang dahulu merupakan tempat meletakkan patung Dewi Tara. Diperkirakan bahwa patung tersebut terbuat dari perunggu setinggi sekitar enam meter. Menempel pada dinding barat, di belakang susunan batu tersebut terdapat semacam altar pemujaan.
Cara Berkunjung
Untuk bisa sampai ke Candi Kalasan tidaklah sulit. Hanya perlu ke arah timur Yogya melalui Jalan Yogya - Solo, kurang lebih 16 km, kompleks candi di selatan jalan pasti terlihat - sebelum Candi Prambanan. Selanjutnya, Anda tinggal masuk gang di selatan jalan sekitar 50 m. Tarif masuk Rp 10.000 (2013). Waktu buka pukul 06.00 - 18.00 WIB. Transportasi yang bisa digunakan adalah bus umum Trans Jogja (tarif Rp 3.000 [2013]), mobil, atau motor. [1] Pulau Jawa zaman pra-Islam memang dikuasai oleh orang-orang Hindu dan Budha. Orang Hindu diwakili dari Wangsa Sanjaya yang diteruskan oleh Rakai Panangkaran sebagai Raja Mataram Kedua. Mereka menguasai Jawa Tengah bagian utara. Sedangkan, orang-orang Budha Tantrayana yang sudah lebih condong ke Budha aliran Mahayana diwakili Wangsa Syailendra. Pada zaman Rakai Panangkaran, kedua agama ini tampak bersinergis satu sama lain. Hal ini dibuktikannya dengan pembangunan Candi Tara dan biara atas permintaan para pendeta Budha. Cek >> candi.pnri.co.id.
Penutup Artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia
Demikian artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia kali ini, semoga bisa memberi manfaat untuk anda semua pembaca blog SMK NEGERI 1 SERI KUALA LOBAM. Allright, sampai jumpa pada postingan artikel lainnya.
Baru saja anda membaca artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia dengan alamat link https://smkn1serikualalobam.blogspot.com/2010/01/candi-kalasan-kuil-akulturasi-hindu.html
Artikel √ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia ini kami arsipkan pada kategori Candi di Indonesia Yogyakarta.
Post a Comment for "√ Candi Kalasan: Kuil Akulturasi Hindu-Budha di Indonesia"